Tsamud adalah nama suatu suku yang di suatu dataran bernama yang terletak antara Hijaz dan Syam yang dahulunya termasuk wilayah kekuasaan suku Aad yang telah habis binasa disapu angin sebagai pembalasan atas pembangkangan dan pengingkaran mereka terhadap dakwah dan risalah Nabi Hud.
Kemakmuran dan kemewahan hidup serta kekayaan alam yang dahulu dimiliki dan dinikmati oleh kaum Aad telah diwarisi oleh kaum Tsamud. Tanah-tanah subur yang memberikan hasil berlimpah ruah, binatang-binatang perahan dan ternak yang berkembang biak, kebun-kebun bunga yang indah, bangunan rumah-rumah yang didirikan di atas tanah yang datar dan dipahatnya dari gunung.
Semuanya itu menjadikan mereka hidup tenteram, sejahtera dan bahagia, merasa aman dari segala gangguan alam.
Tuhan Mereka adalah berhala-berhala yang mereka sembah dan puja, kepadanya mereka berkurban, tempat mereka minta perlindungan dari segala bala dan musibah dan mengharapkan kebaikan serta kebahagiaan.
Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidak akan membiarkan hamba-hambaNya berada dalam kegelapan terus-menerus tanpa diutusnya seorang Rasul untuk memberi penerangan dan memimpin mereka keluar dari jalan yang sesat ke jalan yang benar. Demikian pula Allah tidak akan menurunkan adzab dan siksaan kepada suatu umat sebelum mereka diperingatkan dan diberi petunjuk olehNya dengan perantara seorang yang dipilih untuk menjadi utusan dan rasulNya. Sunnatullah ini berlaku pula kepada kaum Tsamud, yang kepada mereka telah diutus Nabi Shaleh seorang yang telah dipilihNya dari suku mereka sendiri, dari keluarga yang terpandang dan dihormati oleh kaumnya.
Nabi Shaleh memperkenalkan mereka kepada Tuhan yang patut mereka sembah, Tuhan Allah Yang Maha Esa, yang telah menciptakan mereka, menciptakan alam di sekitar mereka, menciptakan tanah-tanah yang subur yang menghasilkan bahan-bahan keperluan hidup mereka, menciptakan binatang-binatang yang memberi manfaat dan berguna bagi mereka.
Nabi Shaleh memperingatkan kaumnya, “Wahai kaumku, tinggalkan tuhan-tuhan selain Allah. Tidak ada yang patut kita sembah selain Allah. Aku mengharapkan kebaikan dan kebajikan bagi kalian. Aku tidak akan menjerumuskan kalian ke dalam kerugian dan kesengsaraan. Aku hanyalah utusan Allah, dan apa yang aku serukan kepada kalian adalah amanat Allah yang harus aku sampaikan untuk kebaikan kalian di dunia dan akhirat kelak. Bertaubatlah dan mohon ampun kepada Allah atas dosa dan perbuatan syirik yang telah kalian lakukan selama ini”.
Terperanjatlah kaum Shaleh mendengar seruan dan dakwah Nabi Shaleh yang bagi mereka merupakan hal yang baru yang tidak diduga akan datang dari saudara atau anak mereka sendiri. Maka serentak ditolaklah ajakan Nabi Shaleh itu seraya berkata mereka kepadanya, “Wahai Shaleh! Kami mengenalmu seorang yang pandai, tangkas dan cerdas, fikiranmu tajam dan pendapat serta semua pertimbanganmu selalu tepat. Pada dirimu kami melihat tanda-tanda kebajikan dan sifat-sifat yang terpuji. Engkau selalu memimpin kami menyelesaikan hal-hal rumit yang kami hadapi. Tetapi ternyata kau telah tergelincir dengan tingkah lakumu dan tindak tandukmu yang menyalahi adat-istiadat dan tata cara hidup kami. Apa yang engkau serukan kepada kami? Engkau menghendaki agar kami meninggalkan sesembahan nenek moyang kami? Sesembahan yang telah menjadi darah daging kami? Kami tidak akan meninggalkannya dan kami tidak akan mengikuti seruanmu yang sesat itu. Kami tidak mempercayai omong kosongmu, bahkan meragukan kenabianmu. Kami tidak akan mendurhakai nenek moyang kami dengan meninggalkan sesembahan mereka dan mengikuti jejakmu.”
Nabi Shaleh memperingatkan mereka agar jangan menentangnya dan agar mengikuti ajakannya beriman kepada Allah yang telah mengaruniai mereka rezeki yang luas dan penghidupan yang sejahtera. Diceritakan pula kepada mereka kisah kaum-kaum yang mendapat siksa dari Allah karena menentang rasul-Nya dan mendustakan risalah-Nya. Hal yang serupa itu dapat terjadi di atas mereka jika mereka tidak mau menerima dakwahnya dan mendengar nasihatnya, yang diberikannya secara ikhlas dan jujur sebagai seorang anggota dari keluarga besar mereka dan tidak mengharapkan atau menuntut upah dari mereka.
Sekelompok kecil kaum Tsamud yang kebanyakan terdiri dari orang-orang duafa’ menerima dakwah Nabi Shaleh, sedangkan sebagian besar golongan orang-orang kaya menyombongkan diri menolak ajakan Nabi Shaleh dan mengingkari kenabiannya, “Wahai Shaleh! Engkau telah kerasukan syaitan dan terkena sihir. Akalmu sudah berubah dan fikiranmu sudah kacau sehingga kau tidak sadar telah mengeluarkan kata-kata yang tidak masuk akal. Engkau mengaku diutus oleh Tuhanmu sebagai nabi dan rasul-Nya. Apa kelebihanmu daripada kami sehingga engkau dipilih menjadi rasul, padahal ada orang-orang diantara kami yang lebih pantas menjadi nabi. Engkau hanya bertujuan mengejar kedudukan dan ingin diangkat menjadi pemimpin kaummu.
Nabi Shaleh menjawab, “Aku sudah katakan bahwa aku tidak mengharapkan sesuatu apapun dari kalian sebagai imbalan. Aku lakukan ini semata-mata atas perintah Allah dan dari-Nya kelak aku harapkan alasan dan ganjaran. Bagaimana aku dapat mengikuti kalian dan menterlantarkan amanat Allah kepadaku, sedangkan aku telah memperoleh bukti-bukti yang nyata atas kebenaran dakwahku. Janganlah sesekali kalian berharap aku melanggar perintah Tuhanku dan melalaikan kewajibanku kepada-Nya. Siapa yang akan melindungiku dari murka Tuhanku jika aku berbuat demikian? ”
Setelah gagal menghentikan dakwah Nabi Shaleh, mereka menantang Nabi Shaleh untuk membuktikan kebenaran kenabiannya dengan suatu bukti mukjizat dalam bentuk benda atau kejadian luar biasa yang berada di luar kekuasaan manusia.
Nabi Shaleh sadar bahwa tantangan kaumnya yang menuntut bukti darinya berupa mukjizat itu adalah bertujuan hendak menghilangkan pengaruhnya dan mengikis habis kewibawaannya di mata kaumnya terutama para pengikutnya bila ia gagal memenuhi tentangan dan tuntutan mereka. Nabi Shaleh membalas tantangan mereka dengan menuntut janji pada mereka apabila ia berhasil mendatangkan mukjizat yang mereka minta, mereka harus meninggalkan sesembahan mereka dan akan mengikuti Nabi Shaleh serta beriman kepadanya.
Sesuai dengan permintaan pemuka-pemuka kaum Tsamud berdoalah Nabi Shaleh memohon kepada Allah agar memberinya suatu mukjizat untuk membuktikan kebenaran risalahnya dan sekaligus mematahkan perlawanan kaumnya. Ia memohon kepada Allah dengan kekuasaan-Nya menciptakan seekor unta betina yang dikeluarkan dari sebuah batu besar yang terdapat di sisi sebuah bukit.
BERSAMBUNG…